Minggu, 25 Mei 2014

Leadership…?


Ketika berbicara soal kepemimpinan, kemungkinan kita langsung merujuk pada sosok figur pemimpin yang mempunyai posisi tertentu dalam suatu komunitas atau organisasi, misalnya lurah, camat, bupati, ketua partai, kepala sekolah, dsb. Tidak ada yang salah dengan rujukan terebut tapi itu belum menyentuh substansi dari kepemimpinan itu sendiri.


Secara sederhana pemimpin yang sustantif bisa didefinisikan sebagai seorang yang terus menerus membuktikan bahwa ia mampu mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain, lebih dari kemampuan mereka (orang itu) mempengaruhi dirinya. Kepemimpinan adalah konsep yang merangkum berbagai segi dan interaksi pengaruh antara pemimpin dengan pengikut dalam mencapai tujuan bersama.
Dalam studi kepemimpinan terdapat dua pendekatan untuk menjelaskan proses kelahiran pemimpin yang sangat dominan. Pendekatan yang pertama adalah personality traits approach dan yang kedua adalah situational interactional approach. Pendekatan pertama berangkat dari asumsi tentang adanya sifat dan bakat kepribadian tertentu yang dimiliki oleh seseorang baik sebagai bawaan kelahiran maupun sebagai hasil dari pengalaman sendiri, yang kemudian membentuk kapasitas kepemimpinannya. Pendekatan kedua menekankan pada situasi lingkungan, di dalam mana berlangsung interaksi sosial, politik, ekonomi dan budaya sebagai factor determinan bagi lahirnya seorang pemimpin. Pendekatan ini berangkat dari asumsi bahwa seorang pemimpin lahir sebagai produk dari situasi lingkungan yang secara kebetulan mempertemukan dua gejala: kualitas kepribadian seseorang dan tuntutan situasi yang membutuhkan pemimpin dengan kualitas yang sama.
Glenn D. Piage dalam bukunya, Political leadership, menjelaskan faktor-faktor penting yang menentukan kepemimpinan seorang, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Kepribadian. Karena pemimpin adalah sosok pribadi tertentu, maka kepribadian harus dipahami sebagai seluruh karakteristik yang menggambarkan jati diri seseorang. Dalam hal ini bukan perbedaan atau persamaan karakteristik yang dimiliki seorang pemimpin dengan karakteristik yang dimiliki orang lain yang perlu dilihat. Akan tetapi kontribusi apa yang diberikan oleh faktor kepribadian terhadap penampilan dan perilaku kepemimpinan seseorang.
2.    Peranan. Seseorang dapat diakui sebagai pemimpin karena kemampuannya  membawakan peranan-peranan tertenu yang diharapkan oleh pihak lain.
3.    Organisasi. Ini meyangkut sistem interaksi yag bersifat interpersonal,baik langsung maupun tidak langsung, melalui mana seseorang berhubungan dengan masyarakat. Disini, pemimpin harus ditempatkan dalam konteks organisasi dimana interaksi dengan pengikutnya berlangsung dan apa saja yang dirasakan oleh para pengikutnya dalam interaksi dengan seorang pemimpin.
4.    Tugas. Ini berkenaan dengan penghayatan seorang pemimpin tentang tugas apa yang ia merasa terpanggil untuk memikulnya. Dan itu akan berdampak pada keputusan apa yang harus dibuat, masalah apa yang harus dipecahkan, dan tidakan apa yang harus diambil.
5.    Nilai-nilai. Adanya cita-cita tentang bentuk hubungan yang akan dibangun dan cara-cara apa yang digunakan untuk mencapainya, akan mencerminkan nilai-nilai yang menjadi landasan berpijak dari perilaku sang pemimpin.
6.    Lingkungan. Ini mencakup ciri-ciri lingkungan fisik, teknologi, ekonomi, dan sosial budaya yang berpengaruh terhadap perilaku kepemimpinan seseorang.
Dari penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa kepemimpinan bukanlah hasil dari penciptaan orang lain (pangkat, jabatan, penghargaan) akantetapi itu  merupakan hasil dari proses perubahan karakter kepribadian atau transformasi internal dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya serta berani mengambil peranan didalamnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang.
Sulit kiranya mencari contoh seorang figur pemimpin konvensional yang ada disekitar kita, Seorang pemimpin yang kekharismatikannya datang dari dalam dirinya karena apa yang telah dia perbuat untuk dirinya dan orang lain. Akantetapi figur itu akan kita temukan pada diri kita apabila mulai dari sekarang kita memiliki keinginan untuk melakukan perubahan karakter (character change), mempunyai visi yang jelas (clear vision), dan terus meningkatkan kompetensi (competence) baik dalam bidang yang kita geluti saat ini maupun dalam bidang lain. Selain itu, seorang pemimin sejati harus mampu memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu dan mempunyai perilaku yang berbudi bawa leksana (konsekuen dalam tidakan dan ucapan), karena dengan ini kita akan cenderung bersikap cermat dan berhati-hati sebelum diri kita menyampaikan ucapan atau memutuskan suatu masalah yang menuntut kita bertanggung jawab atas apa yang kita putuskan, serta menjadi tepa tuladha (sosok teladan) bagi siapa saja. Ayo kita bisa! Bukankah kita diciptakan oleh Allah SWT sebagai Kalifatul fil ardh.






Jumat, 23 Mei 2014



YOU RAISED ME UP SO I CAN STAND ON A MOUNTAIN
(Catatan Singkat  Ekspedisi Guru Putra SMPI Al Abidin ke Puncak Gunung Merbabu, 24/6/13)
A Short Note of Teachers’ Journey to the top of the mountain
(Mount Merbabu, 24/6/13)

12.00 WIB –
Beberapa anggota tim ekspedisi sudah berkumpul di SMP I Al Abidin dengan membawa tas ransel yang sarat dengan muatan logistik. Rombongan melakukan briefing serta ricek logistik individu ataupun kelompok yang akan dibawa dalam ekspedisi. Setelah lengkap, tim yang beranggotakan 12 orang tersebut memutuskan untuk berangkat ke Selo, Boyolali dengan menggunakan sepeda motor. Tim saling beriringan menyusuri jalan Solo – Boyolali – Selo yang ditempuh selama kira-kira 2 jam.
Some team members had gathered at SMP Islam Al Abidin wearing full-loaded bags. Team conducted a brief meeting to make sure the
15.30 WIB –
Alhamdulillah, tim sudah sampai di base camp pendakian Taman Nasional Gunung Merbabu, Selo yang dikelola oleh Pak Parman. Ditempat tersebut beberapa anggota tim menyempatkan diri untuk menyandarkan raga, meregangkan otot-otot, melengkapi perbekalan dan yang jelas mengisi perut sebelum pendakian. Menjelang senja, tim melakukan briefing yang dipandu oleh pemimpin rombongan, Kabul Tri Raharjo dan dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh Abdul Hamid. Setelah InsyaAllah siap jasmani dan ruhani, tim memulai pendakian.
17.05 WIB –
Di perjalanan awal ekpediasi tim disambut dengan tulisan “SELAMAT DATANG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU”. Tim menyusuri jalan setapak ditengah rimbunnya hutan. Tak lama berselang malam hari sudah datang. Seluruh anggota tim mengeluarkan senter untuk menuntun langkah di gelapnya hutan. Kewaspadaanpun harus senantiasa dipegang, pasalnya jalan terjal, licin dan jurang di kanan kiri siap menjerembabkan kaki. Kaki terus berayun beriring-iringan menyusuru jalan yang lama-lama menjadi lebih terjal. And finally, tim sudah tiba di Pos pertama.


18.30 WIB –
Tim tiba di sebuah tanah yang lumayan lapang untuk mengistirahatkan badan dengan papan tiang bertuliskan POS 1 atau yang lebih dikenal Dok Malang. Hal itu sedikit melegakan usaha yang telah ditempuh tim. Setelah sejenak menikmati sedikit bekal berupa makan-makanan ringan, tim memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Pos berikutnya. Medan perjalanan ke pos berikutnya tidak begitu berbeda dengan pos 1. Tim masih bergulat dengan hutan lebat dan jurang di kanan-kiri. Yang beda adalah tim disambut hujan yang memaksa angota tim untuk berhenti dan mengenakan jas hujan masing-masing. Automatically, the tract is more difficult than before. Karena hujan cukup membasahi tanah sehingga track menjadi lebih licin dari sebelumnya. Seluruh anggota tim harus senatiasa waspada dengan acaman terpeleset sampai tergeludung. Hanya dengan insiden-insiden kecil yang dialami tim, akhirnya tim berhasil mencapai Pos 2, atau yang dikenal sebagai Kali Mati.
20.10 WIB
Tim sudah menginjak Pos 2 (Kali Mati). Di pos ini tim memutuskan untuk istirahat sekaligus makan malam. Bekal keperluan memasak sudah ready. Satu tungku dan panci di kerumuni oleh 4 sampai 5 anggota tim yang mendadak beracting seperti chef professional dengan menu hidangan istimewa “mie godog tanpa kuah”. Setelah masakan ‘disepakati’ sudah matang dan ready to serve seluruh anggota tim menyerbu sajian tanpa ampun. Sambil meraba-raba perut yang sudah kenyang, tim memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.
09.20 WIB –
Udara semakin menggigit serta jalan semakin terjal. Tapi beratnya medan terbayar dengan keadaan cuaca yang SubhanAllah terang benderang. Setelah sekian jam ditemani hujan, akhirnya tim bisa berjalan sambil kepala mendongak ke atas menatap bulan sempurna dan bintang berkilauan yang membentuk rasinya masing-masing. Cakrawala kami semakin luas setelah kita dibawa keluar hutan menuju hamparan sabana yang menyelimuti bukit-bukit. Terlihat dengan jelas pemandangan kota-kota di sekitar gunung yang hanya menyisakan pandangan ribuan lampu-lampu kota yang bertebaran. Malam nampaknya semakin larut. Beberapa anggota tim ada yang terlihat letih dan mengantuk. Dan akhirnya tibalah tim di POS 3.

12.30 WIB –
POS 3 yang didominasi ilalang dan pohon-pohon kecil menjadi pilihan utama bagi tim untuk mengistirahatkan badan dan mata yang nampaknya tidak bisa dipaksakan. Seluruh anggota tim dengan refleknya masing-masing langsung menggeletakkan badan dan menutup mata sambil menahan dinginnya terpaan angin yang semakin lama semakin berhembus kencang. Di bawah pepohonan edelweiss tim beristirahat sampai jam tiga. Angin semakin kencang dan malam sudah mencapai titik dinginnya.
03.00 WIB –
Seluruh anggota tim bangun dan mau tidak mau harus melanjutkan the noble journey to the top of the mountain. Walaupun beberapa anggota tim sudah terlihat letih dan payau tapi the show must go on. Tim melanjutkan perjalanan dengan menyusuri gunung-gunung yang diselimuti oleh hamparan sabana. Tibalah tim di salah satu landmark yang bernama Batu Tulis. Prasasti yang hanya berdiameter kira-kira ½ x ½ meter tersebut menjadi salah satu tanda bahwa tim tinggal menyisakan 2 sabana dan 2 gunung lagi untuk sampai ke puncak.
04.15 WIB –
Sabana 2 dan 3 sudah terlewati, kini giliran tim berhadapan mata dengan terjalnya Gunung Kenong. Dengan ekspektasi tinggi, seluruh anggota tim melawan dingin dengan terus berjalan dan memanjat setiap jengkal tanah yang semakin menerjal. Beberapa anggota tim bahkan tepeleset sampai tergelincir beberapa langkah ke belakang. Barisan mulai memudar tatkala ada beberapa anggota tim yang harus sering menghentikan langkah untuk menghimpun lagi sisa-sisa tenaga.  Beberapa ada yang terus melangkah sembari membakar semangat anggota tim yang lainnya untuk bisa menyusul langkahnya. Dan gema adzan shubuh sayup-sayup terdengar menyambut gunung berikutnya, gunung terakhir menuju puncak.
05.14 WIB –
Semburat merah kekuningan mulai menggoda mata setiap anggota tim. Tim memutuskan untuk berhenti sejenak sekedar menikmati indahnya anak fajar. Gugus terjal di hadapan mata sejenak terabaikan oleh anggota tim. Kesempatan langka bisa bertemu dengan natural view idaman para pendaki, yaitu sunrise. Yang dinanti tak kunjung menampakkan dirinya, tim memtuskan untuk menggedong kembali ransel-ransel yang sejenak terlepas dari punggung. Gunung Kukusan menjadi gunung yang mengakhiri fatamorgana puncak. Setiap anggota tim sibuk dengan langkahnya masing-masing sehingga baris yang sudah merapat terpaksa pudar lebih jauh lagi. Lagi-lagi beberapa anggota tim tertinggal lebih jauh dan beberapa yang lain terus berjalan untuk membuktikan rasa penasaran menggapai puncak. Dengan teriakan-teriakan yang berapi-api anggota tim yang ada didepan terus saja berteriak menghibur, “puncak sudah dekat”, kepada anggota tim yang lain. Langkah-langkah gontai yang sedikit dipaksakan tersebut tidak berujung pada kesia-siaan. Gunung terakhir menuju puncak, Gunung Kukusan, berhasil ditaklukkan. Dan selangkah lagi tim menggapai puncak Gunung Merbabu.
06.12 –
Waktu yang tepat untuk menikmati bekal sebelum beberapa langkah menuju puncak. Langkah tim tertahan untuk sekedar menikmati bekal makan dan minum sambil mengawasi surya fajar menyingsing pelan. Beberapa anggota tim mengeluarkan bekal dan yang lain menunggu santunan. Rasa penasaran kembali mengusik setiap anggota tim. Untuk mempercepat dan memperingan perjalanan, beberapa anggota tim memutuskan untuk meninggalkan tas dan peralatan lain di tempat itu. Setelah berdiskusi ringan, tim memutuskan untuk memulai langkah menuju puncak. Dengan tambahan energy dan motivasi setiap anggota tim menjadi trengginas dalam menapaki setiap gundukan terjal berbatu. Salah satu anggota tim berhasil meraih pole position dan berteriak “Allahu Akbar, Sampai Puncak” dan disusul satu demi satu anggota tim. Mission is accomplished___We are the real climbers__ Puncak Kenteng Songo, Gunung Merbabu.
07.32 –
Eh, ternyata belum selesai. Selain ingin berpredikat sebagai the real climbers, setiap anggota tim berhajat mengabadikan capainnya melalui lensa camdig. Disana kami bisa menampilkan beberapa pilihan gaya dan beberapa natural background seperti Gunung Merapi, Gunung Lawu, Gunung ungaran, Gunung Slamet, Dataran Tinggi Dieng sampai Gunung Kembar Sindoro-Sumbing. Dengan menikmati panorama yang menakjubkan di sekeliling puncak segala rasa yang campur aduk selama di perjalanan menjadi sedikit terobati. Sesi pemotretan terus berlanjut baik secara individu maupun kelompok sampai diputuskan untuk mengakhiri euphoria di puncak Kenteng Songo. Keputusan untuk turun gurun ternyata belum bisa dicapai oleh tim secara aklamasi. Masih ada beberapa anggota yang berat melepas eksotisme puncak. Tapi, tim harus segera bergegas turun sebelum matahari semakin menyengat.
07. 15 WIB –
Walaupun jauh lebih cepat dari perjalanan naik, turun gunung memerlukan kewaspadaan tingkat tinggi. Bagaimana tidak, jalan curam nan licin yang dilalui lebih berpotensi mencelakakan tim jika tidak hati-hati. Tim mulai berbaris rapi menuruni setiap lekukan tanah. Belum melangkah jauh beberapa sudah ada yang terpeleset, terperosok atau bahkan tergelundung. Dengan jalur yang relatif sama dengan jalur naik, gunung demi gunung dilewati, sabana demi sabana dilalui, hutan demi hutan dilintasi. Dan finally, tim berhasil mencapai base camp pendakian di waktu matahari tepat di atas ubun-ubun kepala.
11. 30 WIB –
Tubuh lunglai dan gontai menjadi pemandangan lumrah sesampainya tim di basecamp. Beberapa anggota tim ada yang langsung memasrahkan badan pada tikar yang ditata rapi. sebagian yang lain memilih untuk menyerbu kamar mandi untuk membersihkan wajah lusuh dan badan kotor yang menempel sejak diperjalanan berangkat kemarin. Setelah selesai dengan kegiatan masing-masing, seluruh anggota tim berkumpul, bercengkrama kemudian menyantap makan siang dan dilanjutkan packing.
14. 30 WIB –
Perjalanan menuju Solo______
---To be continued---
 by Arif H

Kebahagiaan itu membahagiakan orang lain




Beberapa Lebaran yang lalu memberi banyak hikmah bagi saya. Salah satunya adalah bahwa membuat orang lain bahagia itu adalah level kebahagian tertinggi.
Salah satu tetangga yang usianya kira-kira 7 tahun membawa segepok kembang api untuk dinyalakan di sebuah gang sekitar rumah. Dengan perasaan bangga anak tersebut memilah-milah kembang api yang baru dibeli untuk membuat prioritas yang dinyalakan pertama dan terakhir. Dengan banyak  pertimbangan akhirnya anak tersebut memilih kembang api yang paling besar untuk dinyalakan pertama. Tak lama berselang, beberapa orang mulai berdatangan mengelilingi anak tersebut dengan harapan mendapat hiburan kembang api gratis. dengan langkah tegap anak tersebut mulai membusungkan dada dan mengacungkan kembang api yang digenggam erat sementara bapaknya menyalakan korek dan membakar sumbunya. Tepat di ledakan pertama, anak tersebut sontak menutup dua telinga dengan satu tangannya dan memejamkan mata sambil berteriak “sudah habis belum?” berkali-kali. Orang-orang di sekitarnya yang asyik dengan ledakan-ledaakan kembang api tak menggubris teriakan bocah itu sampai akhirnya tiba dipenghujung ledakan. Setelah selesai bocah tersebut membukan mata dan telinga dan mendapati orang-orang di sekelilingnya bertepuk tangan sambil tersenyum bahagia; dan anak tersebutpun juga ikut bahagia.
Dalam cerita ringan diatas kita bisa mengambil pelajaran bahwa anak yang sebenarnya tidak menikmati apa yang dia beli dan dia pegang menjadi bahagia karena melihat banyak orang di sekelilingnya bahagia menyaksikan kembang api tersebut. Coba bayangkan ketika anak itu menyalakan kembang api di dalam kesendirian tanpa ada orang yang menyaksikan. Pasti dia tidak akan sebahagia ketika ditonton banyak orang.
Kebahagian adalah salah satu kata yang terdapat makna beragam di dalamnya. Setiap orang mengartikan kebahagian dengan cara yang berbeda-beda. Dan kebanyakan dari kita menganggap kebahagian itu adalah di lingkungan  privasi kita; diri kita. Ketika orang sudah terpenuhi hasrat dan keinginannya sebagai individu maka hal itu dianggap sebagai kebahagian. Banyak orang-orang yang terlalu sibuk mengejar kebahagian tersebut sampai-sampai lupa kanan kiri, senggol kanan kiri, sikut kanan kiri, dan akhirnya terjerumus dalam lubang nafsu yang tidak akan ada habisnya.
Dalam kehidupan nyata banyak juga kita temui orang-orang yang kebahagiannya mengandalkan bahagianya orang lain. Ketika orang lain bahagia mereka ikut bahagia dan ketika orang lain menderita meraka ikut “meneteskan air mata”. Maksudnya dari prinsip itu adalah kemanfaatan yang luas bagi orang lain. Ketika kita terbiasa melakukan sesuatu untuk orang lain, hati kita akan peka merasakan kebahagian dan penderitaan orang lain. Hal itu akan mendorong kita untuk melakukan hal-hal yang membawa manfaat atau kebahagiaan untuk orang lain. Seorang guru merasa sangat bahagia ketika mendapati anak-anak yang didiknya meraih prestasi tertentu melebihi anak-anak itu sendiri berarti guru tersebut telah melakukan hal-hal yang bermanfaat. Seorang dokter merasa sangat bahagia mendapati pasiennya yang berhasil sembuh dari penyakit berarti dokter tersebut telah melakukan banyak hal yang bermanfaat. Seorang direktur bahagia mendapati karyawannya dipromosikan berkat usaha kerasnya berarti karyawan tersebut berarti direktur tersebut sudah membawa manfaat . Dan masih banyak lagi orang-orang yang membahagiakan dirinya dengan cara membahagiakan orang lain.
Contoh yang paling dekat adalah kedua orang tua kita. Orang tua kita telah melahirkan, membesarkan dan memberikan pendidikan bagi kita. Sejak kita kecil mereka selalu mengusahakan kebahagiaan bagi kita; memberikan makan, pendidikan, kasih sayang dan perhatian yang tulus. Ketika kita tumbuh besar orang tua akan senantiasa bahagia menyaksikan buah dari hasil susah payah dan banting tulangnya menjadi orang yang berhasil dan bahagia. Dan itu sudah cukup bagi mereka untuk bahagia.
Setiap kita tidak terlepas dari orang lain. Setiap saat, waktu dan kesempatan kita senantiasa saling membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itu, sebagai manusia kita harus memanfaatkan setiap kesempatan yang kita untuk senantiasa berbuat baik, mengasihi dan memperhatikan orang lain serta membawa kemanfaatan yang luas sehingga kita bisa mencapai kebahagian yang hakiki di bumi ini dan insyaAllah nanti akan kekal di akhirat.

by; Arif H


Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani



Ungkapan yang disampaikan Ki Hajar Dewantara tersebut adalah salah satu ungkapan yang paling popular di negeri ini. Hampir setiap orang dewasa pernah mendengar ungkapan tersebut terlepas apakah mereka mengerti maksud dari itu. Ungkapan popular yang disampaikan oleh Bapak Pendidikan Indonesia tesebut bermakna dalam secara filosofis dan aplikatif. Kita bisa menggunakan ungkapan tersebut dalam dimensi apapun.
Guru Sebagai model
Ing Ngarso sung tulodho berarti ketika di depan memberikan contoh. Dalam dunia pendidikan, tugas utama guru adalah menjadi model, baik perilaku atau  dalam pembelajaran. Segala tindakan yang dilakukan guru adalah model yang berpotensi untuk ditiru murid.   Bahkan ada pepatah “guru kencing berdiri murid kencing berlari” yang bermakna segala tindakan negatif guru akan dijadikan rujukan murid untuk melakukan tindakan yang lebih negatif lagi.  Maka dari itu, sebagai guru kita harus berperilaku “budi bawa leksana” atau konsisten dalam tindakan dan ucapan. Sebagai guru kita harus berhati-hati dalam berbuat dan berucap.
Di dalam kelas, guru mempunyai peran sebagai model pembelajaran. Dalam metode pembelajaran active learning memang sangat ditekankan untuk meminimalisir peran guru di dalam proses pembelajaran. Walaupun bukan sebagai pemeran utama dalam panggung kelas, guru adalah sutradara yang memberikan contoh bagaimana belajar.
Guru sebagai partner
Ing Madyo Mangun Karso berarti ditengah-tengah berkarya bersama. Guru tidak selalu harus berdiri di depan, memberikan contoh, berpidato tapi harus bersedia menjadi rekan kerja bagi murid. Menempatkan diri di tengah-tengah mereka mencapai tujuan bersama. Dalam konteks pembelajaran, filosofi ini menekankan bahwa guru harus mampu menjadi fasilitator yang baik, memberikan media, kesempatan, ruang dan waktu bagi murid untuk melakukan eksplorasi dan elaborasi dalam proses pembelajaran.
Tut Wuri Handayani
Pembelajaran bukan sekedar proses transfer of knowledge tapi juga proses sosial yang melibatkan guru, murid, dan lingkungan. Dalam hal ini tugas seorang guru tidak hanya menyampaikan dan memfasilitasi pembelajaran tapi juga memberi motivasi belajar kepada murid. Guru yang baik itu bukan guru yang memberikan pelajaran kepada murid tapi mampu mendorong/ memotivasi murid untuk belajar.
Filosofi puluhan tahun yang lalu tersebut masih sangat relevan untuk diterapkan dalam pembelajaran di masa kini karena Active learning yang menjadi metode mainstream pembelajaran saat ini mengakomodasi dasar-dasar dalam filosofi tersebut. So, jadilah guru yang menjadi model, fasilitator dan motivator bagi murid kita!