Kamis, 16 Maret 2017

Naluri Seorang Ibu

Di suatu siang, kakak laki-lakiku menelfon dengan nada yang cukup tinggi dan khawatir menanyakan keadaan dan kondisiku. Aku yang sedang mengajar waktu itu kaget,  tak ada angin tak ada hujan ditanyakan kondisi dan kabarku yang sebenarnya kami tidak jarang-jarang amat bertemu. Karena setiap satu atau dua minggu sekali aku menyempatkan ke rumah orangtua.
Setelah mengonfirmasi keadaanku yang baik-baik saja, kakakku dengan nada lega bilang;  yo syukur,  alhamdulillah. Barulah dia mulai memberikan keterangan yang belum cukup membuatku puas.

Malamnya, aku menyengaja pulang ke rumah orangtua hanya untuk meminta keterangan apa yang sebenarnya terjadi langsung dari sumbernya, ibuku. Dengan perasaan sangat lega setelah melihatku baik-baik saja, ibu langsung bercerita kronologi kejadiannya dengan gayanya yang khas,  menggebu-gebu dan runtut.

Begini ceritanya,  di suatu siang, HP bapak berdering beberapa kali, bapak yang sedang tertidur kecapekan selepas pulang dari sawah tak mendengar maklum juga dengan pendengaran beliau yang sudah mulai berkurang. Dering berikutnya masih terus berlanjut bersamaan dengan kepulangan ibu dari tempat kerjanya, Pasar Jungke. Melihat keadaan itu,  buru-buru ibu membangunkan bapak dan setengah gagap bapak mengangakat telfon dan belum selesai dia berkata 'hallo,  assalamu'alaikum' langsung di sahut dengan suara rintihan yang mengaku anak ke-7 nya, aku, sambil bicara, 'pak,  tulung pak,  aku bar nabrak uwong, iki nang kantor polisi'. Bapak yang pendengarannya sudah mulai berkurang itu mulai bingung dan panik walaupun belum begitu jelas maksudnya apa,  tiba-tiba hp disahut ibu dan munculah suara yang lain,  seorang pria dengan suara tegas dan serak mulai pembicaraan;  'hallo, anak ibu sekarang ada di kantor polisi, habis menabrak orang dan orang yang ditabrak meninggal dunia, anak ibu terancam hukuman penjara'. Ibu yang mulai 'shock' sudah tidak tahu harus bicara apa,  dan berlanjutlah suara laki-laki tersebut dengan nada seakan memberi solusi, 'begini saja bu, akan saya bantu, tapi tolong isikan pulsa saya dan rekan saya masing-masing 250 ribu untuk melobi atasan kami, cepat ya! tidak usah bilang siapa-siapa dulu karena ini darurat'. 'Kirim ke nomor ini ya!' setelah mencatat ke dua nomor hp yang diberikan, ibu langsung ke kamar mengambil uang, tanpa mempedulikan bapak yang masih terbengong-bengong beliau langsung ke luar mencari konter hp terdekat untuk mengisikan kedua nomor tersebut. Setelah pengisian berhasil,  ibu menyengaja menelfon balik beberapa kali tapi tidak tersambung.
________
Walau sudah berusia senja, 67 tahun, Ibu saya termasuk perempuan berwawasan luas di lingkungan kami. Jangankan urusan keluarga,  urusan politik sampai pilkada Jakarta saja ibu cukup update. Demikian juga masalah kasus-kasus penipuan melalui telfon atau sms juga pernah dibahasnya. Tapi apa daya, ketika yang menjadi objek penipuan adalah anak yang pernah 9 bulan dikandungnya, logika itu hilang dan yang muncul tinggalah perasaan seorang ibu yang ingin segera menyelamatkan anaknya. Walaupun uang 500 ribu itu cukup berharga, tapi kehilanganya menjadi tak terasa setelah mendapati aku baik-baik saja.

Semoga ibu dan bapak menikmati sisa-sisa usia mereka dengan tenang dan sehat sehingga bisa beribadah dan tetap berkarya.

Selamat hari orang tua, karena setiap hari adalah hari mereka.
الهم اغفرلي ذنوبي ولوالدي وارحمهم كم ر بيا ني صغيرا

*kisah ini terjadi sekitar 3 bulan yang lalu..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar