Selasa, 21 Agustus 2018

Bejo

Sewaktu sekolah dulu saya punya teman, sebut saja Bejo (bukan nama sebenarnya). Di kalangan teman-teman dan guru, Bejo orangnya terkenal 'entengan', 'grapyak' dan murah hati. Saking murah hatinya, dia rela setiap hari dijadikan bahan candaan, dikerjai sampai 'digasaki' (dirundung). 

Tidak hanya di sekolah, di antara teman main di kampung, dia terkenal orang yang baik dan 'enthengan'. Dari urusan manjat pohon mangga, motong bambu, atau urusan-urusan yang melibatkan fisik lainnya dia selalu berada di depan. 

Viralnya nama Joni, anak pemanjat tiang bendera dari NTT, menggiring pikiranku ke masa lalu. Siapa lagi kalau bukan Bejo, si bocah enthengan itu, yang sering terlibat adegan yang sama yaitu memanjat tiang bendera. Bahkan aksinya tidak hanya terhitung sekali, tetapi berkali-kali terekam ingatan saya. Seusai menunaikan aksinya, Bejo tidak pernah mendapat apresiasi sekedar tepuk tangan atau jabat tangan dari kepala sekolah apalagi sampai dipanggil ke istana presiden. 

Tidak ada amal yang tak tercatat. Di tahun-tahun berikutnya Bejo sering dinaungi keberuntungan demi keberuntungan. Sekolahnya juga lancar meski tidak begitu gemilang. Setelah lulus mendapat pekerjaan juga baik dan menghasilkan. Bahkan setelah memutuskan berwirausaha juga mendapatkan banyak limpahan keuntungan. 

Bejo telah menabung kebaikan di masa lalunya. Kerja keras, pengabdian dan kemurahan hatinya sudah terbayar dengan hasil yang dia nikmati hari ini. Membuat orang bahagia tidak ada ruginya, membenci perbuatan buruk orang lain tidak ada untungnya. Itulah pelajaran hidup yang sangat berharga dari seorang Bejo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar