Minggu, 19 Agustus 2018

Mereka Orang-orang Ikhlas

Kabar itu sudah terdengar di setiap sudut kampung. Kabar tentang kedatangan tentara penjajah di kota kecil yang selama ini relatif aman dari peperangan. Warga mulai panik. Hari-hari mereka disibukkan dengan upaya mengamankan harta yang rata-rata berupa hewan ternak dan hasil panen. Para tentara pejuang turun ke kampung-kampung menenangkan warga dan memberi mereka panduan tetang harus bagaimana saat pertempuran benar-benar terjadi. 

Para tentara pejuang tidak boleh panik. Mereka sudah mendengar kabar itu jauh hari dari telik sandi mereka di perbatasan. Mereka juga sudah siap menghadang penjajah dengan sumber daya yang ada. 

Ternyata kabar itu benar, tentara penjajah dengan kendaraan perang dan senjata lengkap mulai menyentuh perbatasan kota. Sebelum merangsek masuk ke kampung-kampung, kedatangan mereka sudah disambut satu kompi tentara pejuang. Perangpun mulai pecah dari perbatasan. Ternyata Belanda terlalu digdaya untuk dihadang, mereka terus merangsek masuk sampai tengah kota. 

Perlawanan semakin sengit. Desingan peluru bersahutan diperjualbelikan oleh kedua kubu. Asap hitam mengepul tinggi, beberapa bangunan runtuh dan bau anyir darah sudah mulai menggangu hidung. Tentara pejuang mulai kewalahan. Kondisi mereka sudah tidak teratur. Ada yang terus maju melancarkan serangan, ada yang mundur ke kampung-kampung dan ada yang sibuk mengevakuasi para pejuang yang terluka. 

Dalam situasi ini mulai banyak yang berguguran, baik dari kubu musuh maupun kebanyakan dari tentara pejuang. Tentara penjajah semakin jumawa. Mereka merasa di atas angin. Kota penting ini akan segera takluk di tangan mereka. kampung-kampung sudah mulai ditinggalkan warganya. Sunyi lengang tanpa suara yang berarti.  

Saat pasukan musuh semakin masuk menyisir di setiap sudut kampung, tiba-tiba dentuman meriam terdengar dari empat arah mata angin. Tentara penjajahpun mulai berpencar mencari perlindungan. Sedetik setelahnya, tentara pejuang bersama warga menyergap dari segala arah dengan senjata seadanya dalam genggaman mereka. Pekik merdeka dan takbir tak henti-henti menyeruak di setiap telinga. Mereka tak peduli dengan peluru yang akan menembus dada dan memecahkan batok kepala. Tanpa gentar, terus maju dan menyerang dengan segala usaha. Saat itu, tidak ada kata aku bagi warga, yang ada hanyalah kita dan anak cucu mereka. 

Akhirnya, usaha mereka mulai nampak. Banyak tentara penjajah yang berguguran. Sebagian sisanya mulai mundur tunggang langgang. Tentara penjajahpun mulai tewas satu persatu dan akhirnya kalah. 

Perjuangan mereka dicatat, dikenang dan diabadikan dalam monumen sejarah. Sejarah yang tidak mengenal kata aku untuk diri dan keluarga mereka, yang tidak mengenal ego untuk egoisme kepentingan diri mereka dan bahkan tidak mengenal masa depan diri mereka sendiri. Perjuangan ini untuk kita; anak, cucu, cicit dan keturunan mereka agar merasakan udara kemerdekaan.

#perjuangankemerdekaan #republikindonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar